BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan beronang (Siganus guttatus) merupakan salah satu
komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Saat ini sudah banyak masyarakat yang
mem
eronang dilaut, kegiatan budidaya yang selama ini
mengandalkan benih alam, perlu ditunjang dengan kegiatan pembenihan beronang
sehingga benih dapat tersedia terus menerus.
Hal ini dilakukan agar pembudidaya tidak lagi tergantung pada benih
alam. Selain itu juga masyarakat
budidaya dapat melakukan kegiatan budidaya tanpa menunggu waktu atau musim
benih alam baronang (Kordi, 2005).
Pengembangan teknik
pembenihan ikan beronang di Balai Budidaya Air Payau Takalar adalah merupakan
salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan benih beronang baik secara kualitas
maupun kuantitas, sehingga kegiatan pengembangan budidaya beronang dapat
berkesinambungan. Pembenihan beronang
hingga saat ini belum banyak diketahui oleh masyarakat pembudidaya. Untuk itu
perlu sosialisasi terhadap teknologi pembenihan beronang.
Untuk
mengetahui lebih dalam proses kegiatan pembenihan Ikan beronang (Siganus guttatus) maka perlu
dilakukan praktek
kerja lapang (magang) di
unit pembenihan ikan beronang di Balai
Budidaya Air Payau Takalar.
B.
Tujuan
dan Manfaat
Tujuan melaksanakan praktek kerja lapang (PKL) adalah untuk mengetahui dan
melihat secara langsung, serta mengetahui teknik pembenihan Ikan beronang (Siganus guttatus) mulai dari persiapan
produksi sampai dengan panen dan pasca panen.
Sedangkan manfaat adalah
sebagai bahan informasi dan petunjuk dalam kegiatan Pembenihan Ikan beronang (Siganus guttatus).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi
Ikan Beronang
Klasifikasi
ikan Beronang (Kordi, 2005) sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Class :
Pisces
Ordo :
Percomorphi (percoformes)
Famili :
Siganidae
Genus :
Siganus
Species :
Siganus guttatus
B. Morfologi
Ikan Beronang
Ikan
beronang merupakan anggota famili Siganidae yang mempunyai ciri badan pipih
dengan moncong yang kecil. Golongan ikan ini menyenangi hidup mengelompok di
daerah sekitar karang dan terumbu karang serta memakan algae yang menempel.
Sirip punggung mempunyai 13 duri keras dan 10 duri lunak, sedangkan sirip-sirip
dubur terdiri dan 7 duri keras dan 9 duri lunak. Siganidae juga disebut
rabbitfish yang berarti ikan kelinci karena moncongnya memang menyerupai kepala kelinci. Duri-duri pada ikan beronang mengandung kelenjar bisa sehingga
orang akan merasa sakit bila tersengat oleh duri-duri tersebut.
Gambar 2 . Ikan
Beronang (Siganus guttatus)
Tubuh
bagian atas Siganus guttatus
berwarna abu-abu kebiruan, sedangkan bagian bawah berwarna perak dengan
bintik-bintik yang lebih besar berwarna kuning keemasan. Pada sisi badan,
tepatnya bagian bawah sirip punggung belakang, terdapat sebuah bintik besar. Di
antara jenis beronang, beronang lada dapat mencapai ukuran yang lebih besar,
yaitu lebih dari 1 kg dan beronang ini paling cepat pertumbuhannya dibanding
jenis lain.
C. Kegiatan Yang Dilaksanakan
Secara umum kegiatan yang
dilaksanakan selama mengikuti praktek kerja lapang adalah :
1. Persiapan bak meliputi :
·
Sterilasi peralatan aerasi
·
Persiapan bak pemeliharaan induk
·
Persiapan bak pemeliharaan larva
2. Penanganan
induk meliputi :
·
Pemilihan
induk
·
Pemeliharaan induk
·
Pemijahan
induk
·
Pengelolaan kualitas air media pemeliharaan
induk
3.
Penanganan larva dan post larva meliputi :
·
Penebaran
telur
·
Penyediaan pakan alami
·
Pemberian pakan
·
Pengelolaan kualitas air
·
Panen dan pengepakan
D. Persiapan
Kegiatan Pembenihan
Langkah awal dalam yang dilakukan pada suatu proses
pembenihan ikan beronang dipanti pembenihan
adalah melakukan persiapan manajemen pembenihan dan persiapan operasional.
Dimana persiapan ini adalah kegiatan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu pembenihan.
Kegiatan
ini meliputi sterilisasi peralatan, wadah – wadah dan bak pemeliharaan larva,
pemeliharaan induk, dan penampungan
air. Sterilisasi dilakukan dan mengunakan kaporit, dengan cara membilas,
sedangkan peralatan aerasi di rendam dengan formalin selama 24 jam kemudian
disikat dan dibilas sampai bersih dengan air tawar dan dibiarkan sampai kering.
E. Sistem
Pengadaan Air Laut
Sistem suplay air laut yang digunakan dalam
memperoleh air yang bersih dengan kualitas yang baik adalah dengan sistem
penyaringan send filter yaitu sistem penyaringan dengan menggunakan pipa
paralon serta kasa dan ijuk sebagai alat penyaring.
Di Balai Budidaya Air Payau Takalar, pengadaan air
laut yang bersih diperoleh langsung dari laut dengan dua kali penyaringan.
Penyaringan pertama merupakan penyaring kasar berupa kasa dan ijuk yang
dipasang pada pipa paralon yang berlubang dengan diameter 8 inch dan panjangnya
2 meter. Saringan ini sebanyak 4 buah dipasang pada posisi yang jaraknya dari
garis pantai kurang lebih 30 meter dan ditanam dengan kedalaman 2,5 meter.
Air
laut yang dipompa selanjutnya dialirkan ke bak reservoir setelah melalui
penyaringan tahap kedua dengan susunan material penyaring berupa pasir kuarsa,
arang dan kerikil.
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A.
Waktu
dan Tempat
Kegiatan PKL ini dilaksanakan selama kurang lebih 4
bulan, mulai dari tanggal 2011 sampai tanggal 2011 di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar
Desa Bontoloe, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
B. Pengumpulan
Data
Metode
praktek yang dilakukan selama paktek lapang antara lain yaitu:
1.
Observasi langsung
kelapangan
Pengamatan langsung di
lapangan yang merupakan jenis ikan Beronang
yang dibudidayakan dan teknik pembenihan yang diterapkan.
2.
Wawancara
Melakukan tanya jawab
dengan teknisi dilapangan dan sesama siswa, hal ini bertujuan untuk mendapatkan
pengetahuan yang lebih banyak tentang teknik pembenihan ikan Beronang.
3.
Pencatatan Data
Mencatat
setiap data yang diperoleh selama kegiatan praktek lapang (Data Primer) serta data yang diperoleh dari studi
literatur yang berguna dalam penyusunan laporan (Data Sekunder).
BABIV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penanganan
Induk
Induk yang digunakan untuk
pemeliharaan induk harus berkualitas, bebas penyakit, dan kondisi fisiknya
baik. Induk yang digunakan dapat
diperoleh dari hasil tangkapan di alam dan hasil budidaya dikeramba jaring
apung. Untuk memilih induk dapat
diperhatikan beberapa syarat yaitu ikan betina lebih besar dari ikan jantan,
perut bagian bawah pada ikan betina lebih besar dari pada induk jantan, lubang
genital induk betina lebih besar dari pada induk jantan dan jika bagian perut
induk ditekan, keluar cairan berwarna jingga dari lubang genitalnya berarti
ikan betina, tetapi bila cairan berwarna putih susu berarti ikan jantan (Kordi,
2005).
1. Pemeliharaan induk
Induk yang digunakan
adalah induk hasil tangkapan alam. Ukuran induk berkisar antara 280-450 g/ek
dengan kepadatan 20-30 ekr/bak dengan seks ratio betina dan jantan 1:1. Induk-induk tersebut dipelihara dalam bak-bak
beton bervolume 3 m3 dengan sistem resirkulasi. Perkembangan gonad iduk betina
ditandai dengan semakin membesarnya perut dari ikan tersebut, selain itu juga
dapat diketahui dengan metode kanulasi menggunakan selang plastik (canula)
berdiameter 1 mm. Sedangkan untuk induk
jantan dapat diketahui dengan metode stripping yaitu dengan mengurut perut ke
arah genital, dimana tingkat kematangan gonadnya ditandai dengan banyaknya
sperma (cairan kental berwarna putih susu) yang dikeluarkan pada saat
distripping. Guna mengetahui Jumlah
pakan yang akan diberikan pada induk perharinya dilakukan penimbangan induk
untuk mengetahui berat induk seluruhnya (biomassa). Dari dasar berat induk dapatlah ditentukan
jumlah pakan harian. Hal ini dilakukan
untuk menghindari kelebihan pakan yang dapat merusak kualitas air. Untuk
mencegah penempelan parasit pada induk dilakukan pencucian air tawar dan
pengobatan Induk yang terserang parasit dapat mengunakan formalin 100 ppm. Bak pemeliharaan induk dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
2. Pemberian Pakan Buatan
Selama masa pemeliharaan
induk diberi pakan dengan frekuensi 3 kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 12.00
dan 05.00 Wita. Pemberian pakan
menggunakan pakan buatan dengan kadar protein 40 %. Jumlah
pakan yang diberikan adalah 3-5 % dari biomas.
Guna menambah nutrisi pakan di lakukan pengkayaan menggunakan minyak
cumi. Jumlah dosis yang diberikan 20
ml/kg. Cara pengkayaannya yaitu minyak cumi dituangkan ke pakan
buatan kemudian diaduk rata dan sebagia
perekatnya diberikan kuning telur dengan perbandingan 1 butir/kg, selanjutnya
dikering anginkan. Setelah itu disimpan
dalam wadah tertutup dan dimasukkan dalam freezer. Selain
pemberian pakan buatan diberikan pakan alami berupa rumput laut jenis gracilaria (Hamka, 2006).
B.
Pemijahan Induk Beronang
Pemijahan induk beronang dilakukan secara alami.
Pemijahan dilakukan dibak pemeliharaan induk.
Hal ini dilakukan menghindari induk stres. Pergantian
air ditingkatkan setiap hari. Sebelum induk memijah dipasang substrat/kolektor
telur didasar dan pingir bak. Telur yang
menempel disubstrat dipanen pada pagi hari. Pemijahan induk beronang tergantung
pada peredaran bulan yaitu pada saat bulan
baru islam (minggu ke 2). Waktu
pemijahan terjadi pada malam hari.
Pengetahuan mengenai kebiasaan induk memijah sangat perlu diperhatikan
karena hal ini menyankut kesiapan pemeliharaan larva. Jumlah telur yang dihasilkan dari proses
pemijahan tergantung dari bobot induk betina yang memijah. Di Balai Budidaya Air Payau Takalar induk
yang dipelihara dibak telah berhasil memijah setiap bulan. Jumlah telur diperoleh dalam satu ekor induk
berkisar antara 530.000-750.000 butir telur dengan rata-rata hatching rate 92 %, dengan bobot induk
berkisar antara 330-450 gram. Ciri-ciri induk akan memijah dilihat secara fisual ditandai dengan nafsu makan menurun, induk betina kelihatan
perutnya besar dan induk jantannya terlihat sperma / cairan yang keluar sperti
air susu bila bagian perut ditekan/diurut sedikit saja. Bentuk telur beronang dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar 4.
Bentuk telur baronang
C.
Pergantian Air Induk
Guna mempertahankan kualitas air selama pemeliharaan
induk dilakukan resirkulasi air pemeliharaan induk. Resirkulasi air dalam bak
pemeliharaan dilakukan secara terus menerus setiap hari dengan menggunakan
pompa Dab. Pergantian air dilakukan sekali dalam seminggu sebesar 50-100 %.
Air yang digunakan untuk pergantian terlebih dahulu melewati send filter
dan penyinaran ultra violet sebelum dumasukkan kebak pemeliharaan induk.
D.
Pemberian
Pakan
Perkembangan ovary dan sperma induk dapat berkembang
dengan baik maka perlu diberikan pakan yang bernilai gizi yang tinggi.
Mengingat sulitnya mendapatkan pakan yang bernilai gizi yang tinggi maka perlu
dikombinasikan dengan beberapa jenis pakan serta penambahan vitamin C dan
E.
Selama dalam bak perkawinan induk diberikan pakan
sebanyak 20 % dari biomassa induk berupa cacing laut dan cumi – cumi dengan
frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali dalam 24 jam pada pukul 06.00 ,
12.00, 18.00, dan pukul 24.00.
E. Pemeliharaan
Larva
1.
Sterilisasi Air
Air yang akan digunakan dalam
pemeliharaan larva disterilisasi menggunakan larutan kaporit 20 ppm minimal
selama 24 jam. Air yang telah dikaporit
kemudian ditambahkan natrium thiosulfat 5 ppm. Air dapat digunakan setelah
dilakukan test yang menunjukkan kandungan Chlorine
sebesar 0 ppm. Selama proses sterilisasi air, aerasi tetap dijalankan dengan
posisi keluaran udara maksimal. Air yang
telah steril ditampung pada bak penampungan dan selalu dalam keadaan tertutup
rapat untuk menghindari kontaminan. Kemudian dialirkan kebak pemeliharaan larva dengan
melewati penyinaran Ultra Violet. Bak
pemeliharaan diisi air laut yang steril dengan jumlah kira-kira 80 % dari
kapasitasnya serta dipasok aerasi pada tingkat kecepatan rendah. Pada bak-bak skala kecil, misalnya 2-3 m3
cukup dipasang 4-6 titik aerasi. Sterilisasi
air menggunakan penyinaran ultra violet seperti gambar dibawah ini.
2.
Penebaran Telur
Sebelum penebaran telur dilakukan dibak
inkubasi/pemeliharaan larva di berikan antibiotik jenis Elbasin 2 ppm. Hal ini
dilakukan untuk pencegahan bakteri (vibrio
sp). Karena telur ikan beronang yang sifat menempel di
substrat/kolektor telur. Telur langsung
dipindahkan ke dalam bak inkubasi yang sekaligus dijadikan bak pemeliharaan
larva. Penebaran telur ini dilakukan pada pukul 07.00 Wita. Telur akan menetas pada pagi hari
berikutnya. Masa inkubasi telur 22-24
jam setelah induk memijah pada suhu 28°C-30°C. Telur beronang yang menempel
disubstrat/kolektor sudah menetas, kolektor tersebut diangkat didasar bak. Telur ikan beronang yang terbuahi berdiameter
540-560 µm. Telur yang
terbuahi berbentuk bulat, warnanya transparan dan menempel pada substrat
sedangkan telur yang tidak terbuahi warnanya putih pucat. Telur yang terbuahi diperoleh larva yang
sehat yang bersifat phototaksis positif dan aktif berenang di daerah permukaan
air.
3.
Pemberian Minyak Cumi
Pemberian minyak cumi dilakukan
pada saat larva Hari ke-1 sampai dengan hari ke-7. Minyak cumi diberikan 2 kali sehari yaitu
pagi hari pukul 07.00 dan sore hari pukul 04.00 Wita. Minyak tersebut diteteskan setiap sudut
dipermukaan air dengan dosis 0,1 ml/m2. Pemberian minyak cumi dipermukaan bak larva
untuk menghindari terjadinya kematian larva karena terjebak lendir dipermukaan
air pemeliharaan larva.
4.
Pemberian Chlorella
Pemberian pakan awal
menggunakan Chlorella yaitu dengan
kepadatan 250.000-500.000 sel/ml diberikan pada hari ke-2. Pemberian pakan alami terus diberikan dengan
mempertahankan kepadatan pada kisaran tersebut. Chlorella ini berguna untuk penyedian pakan rotifera, tetapi juga
berfungsi untuk mempertahankan kualitas air pemeliharaan karena Chlorella ini dapat mengurangi
kangdungan bahan-bahan terlarut yang berbahaya bagi larva, seperti amonia.
Dengan adanya phytoplankton tersebut maka kualitas nutrisi rotifer dapat
dipertahankan. Pemberian Chlorella dilakukan
dengan sistem inpus, caranya adalah Chlorella
ditampung dibak fiber 500 liter dan ditaruh dipinggir bak, kemudian dialirkan
kebak pemeliharaan larva melalui selang kecil, ini dilakukan untuk menghindari
larva stres akibat dari goncangan Chlorella
yang masuk ke media pemeliharaan.
Menurut Faridah dan Faidar, (2007) pemberian Chlorella pada bak pemeliharaan larva perlu diperhatikan mutu dan
umur plankton. Sebaiknya pemberian Chlorella berumur 4-5 hari. Hal ini
untuk menghindari sisa metabolit dan pupuk pada media pemeliharaan Chlorella karena berpotensi besar
menurunkan kualitas air pemeliharaan larva.
5.
Pemberian Trocopor
tiram
Pemberian trocopor tiram diberikan H-2 hingga H-5
dengan kepadatan 5-10 ind/ml. Trocopor
tiram diperoleh dengan fertilisasi buatan dengan menyatukan gonad-gonad
tiram atau kekerangan. Sehingga
diperoleh telur terbuahi. Teknik
pertilisasi buatan dilakukan dengan cara tiram/kekerangan ditimbang sesuai
kebutuhan. Tiram tersebut dibuka
menggunakan martil/batu, kemudian gonad tiram ditampung di waskom. Dilanjutkan
dengan pencucian sampai bersih dari kotoran yang menempel. Gonad tiram dipisahkan antara sel telur dan
sperma, masing-masing ditampung dalam waskong volume 5 liter. Pertilisasi dilakukan dengan cara menyatukan
sel telur dan sperma didalam ember volume 10 liter. Kemudian beberapa saat
kemudian diberikan pada larva dengan harapan telur yang terbuahi dapat
berkembang menjadi trocopor tiram.
6. Pengkayaan
Branchionus plicatilis dan Artemia salina
Wadah yang digunakan pengkayaan terbuat dari ember
bervolume 50 liter. Branchionus
plicatilis atau Artemia salina dimasukkan
ke ember yang disiapkan dengan kepadatan 40-60 ind/ml. Selanjutnya diperkaya
menggunakan Chlorella, penambahan
Scotts Emulsion dan Vitamin C 100. Dosis
yang digunakan masing – masing 0, 5
ml/liter dan 0,5 gr/liter. Lama
pengkayaan berlangsung 2-3 jam dan selama proses pengkayaan berlangsung aerasi
tetap dilakukan. Pengkayaan ini dilakukan untuk meningkatkan kandungan nutrisi pada Branchionus
plicatilis dan Artemia salina.
7. Pemberian
Branchionus plicatilis
Di balai budidaya air payau takalar dikultur Branchionus plicatilis beberapa tipe
yaitu tipe SS dengan ukuran 90-150 µm, tipe S ukuran 150-200 µm dan tipe L ukuran 200-300 µm. Pada saat larva berumur 5-10 hari pemberian Branchionus plicatilis sudah mulai
diberikan ukuran Branchionus plicatilis yang
digunakan tipe SS dengan kepadatan 5-10 ind/ml.
Larva berumur 11-30 diberikan Branchionus
plicatilis dengan kepadatan 10-20 ind/ml. Pemberian dilakukan 2 kali
sehari. Kepadatan ini dipertahankan setiap hari. Sebelum pemberian Branchionus plicatilis diberikan kebak larva dilakukan sampling
kepadatanya. Perhitungan kepadatan
dilakukan menggunakan pipit volume 1 ml.
Setelah Branchionus plicatilis diambil
dengan pipit, kemudian diterawankan melawan arah datangnya sinar sehingga
zooplankton tersebut lebih jelas kelihatan dan dapat dihitung. Selain itu, perhitungan juga dapat digunakan
sedgewich rafter dibawah mikroskop.
8. Pemberian
Artemia salina
Artemia salina digunakan sebagai pakan
alami karena mempunyai lapisan eksoskleton yang tipis hingga mudah dicerna oleh
larva. Pemberian pakan Artemia
salina terhadap larva dapat meningkatkan sintasan larva. Kista artemia akan menetas sekitar 18-24 jam
kemudian selanjutnya naopli dari hasil penetasan tersebut di panen untuk ditebar kebak pemeliharaan
larva. Pemberian Artemia salina yang telah diperkaya diberikan pada H-20 hingga H-30
dengan kepadatan 3-5 ind/ml. Penambahan dilakukan apabila kurang dari 5 ind/ml.
F.
Pemberian Pakan Buatan
Pemberian pakan buatan disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi larva, bukaan
mulut dan nafsu makan. Pemberian pakan
buatan dapat dilakukan berselang dengan pemberian pakan alami. Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah
melakukan kontrol ketat terhadap dosis pemberian untuk menjaga kondisi kualitas
air. Pakan buatan diberikan pada H-12
hingga H-30. Agar tidak terjadi malnutrisi pada larva, maka pemberian pakan
buatan harus dilakukan sedini mungkin. Namun demikian pakan buatan juga dapat
berdampak negatif terhadap kualitas air akibat dari pembusukan sisa pakan. Pemberian pakan buatan dilakukan dengan cara
menabur pakan sedikit demi sedikit pada tempat-tempat dimana larva lagi
berkumpul, hal ini sangat efektif untuk menghindari tidak termanfaatkanya pakan
yang diberikan. Ukuran pakan yang
diberikan disesuaikan dengan ukuran larva dan jumlah yang diberikan perhari
disesuaikan dengan kemampuan larva memangsanya.
Skema jadwal pemberian pakan alami dan buatan pada pemeliharaan larva dapat
dilihat dibawah ini.
Pakan Buatan
Artemia salina
Branchinus plicatilis
Trocopore tiram
Chlorella
0 5 10 15 20
25 30
Gambar 1. Skema jadwal pemberian pakan alami dan buatan.
G. Pergantian Air Pemeliharaan Larva
Pengelolaan kualitas air pada larva beronang dilakukan
penambahan dan pergantian air.
Penambahan air media pemeliharaan larva dimulai dilakukan pada H-15
sebanyak 10 %. Penambahan air
ditingkatkan setiap hari 5 %. Hal ini
dilakukan setiap hari sampai mencapai H-20.
Pergantian air
dilakukan mulai H-21 sebanyak 30 %. Setiap hari dilakukan hingga mencapai
H-24. Pada H-25 hingga panen prosentase
pergantian air ditingkatkan sejalan dengan bertambahnya umur larva hingga
pergantian air mencapai 50-80 %. Air
yang digunakan penambahan dan pergantian media pemeliharaan adalah air yang
sudah disterilkan dan melalui penyinaran ultra violet.
0 % 10 % 30 % 50-80 %
0 5 10 15 20
25 30
Gambar 2. Skema jadwal pergantian air larva beronang.
H.
Pendederan
Pendederan adalah tahap pemeliharaan benih pasca
larva sampai mencapai ukuran benih yang siap tebar (minimal 8 – 10 gr). Tentunya benih yang akan dihasilkan harus
dalam keadaan sehat agar nantinya bila ditebarkan di lokasi pembesaran tidak
banyak masalah.
Pendederan benih beronang dapat
dilakukan di bak-bak yang disediakan di dalam panti benih. Pendederan dibak-bak yang disediakan didalam
panti benih membuat benih aman dari serangan predator luar, tetapi pendederan ditempat
ini membutuhkan pakan yang banyak karena pakan hanya mengandalkan suplai dari
pemeliharaan. Padat benih yang ditebar
1500 - 3000 ekor/3 m3.
Pemberian pakan dapat dilakukan 3 kali sehari.
Pemeliharaan benih dibak
pendederan yang harus diperhatikan adalah ukuran pakan dan jumlah pakan yang
diberikan. Pakan yang diberikan harus
sesuai dengan dengan bukaan mulut ikan dan jumlahnya mencukupi. Pakan berupa pellet yang mengandung protein
antara 25-30 %. Pakan yang diberikan
harus diperhatikan agar tidak terbuang percuma dan menyebabkan air menjadi
kotor yang nantinya akan membahayakan ikan.
Pemeliharaan dibak pendederan dapat dilakukan antara 20–30 hari, yang
selanjutnya dipanen dan dibesarkan lebih lanjut untuk menghasilkan ikan
komsumsi.
I.
Pengendalian Hama &
Penyakit
Penyakit berdasar sifatnya dibedakan menjadi dua
macam, yaitu penyakit yang bersifat infektif dan non infektif. Penyakit infektif disebabkan oleh organisme
patogen seperti parasit, virus dan bakteri sehingga dapat menuluri dari suatu
organisme keorganisme lain melalui beberapa cara antara lain air, sentuhan
inang, perantara alat dan wadah pemeliharaan serta aktivitas manusia. Sedangkan penyakit non ifektif disebabkan
oleh ganguan non patogen seperti nutrisi, kualitas air, racun polutan, genitik. Untuk itu untuk mencegah penyakit patogen dan
non patogen pada pemeliharaan beronang dapat dilakukan pemberian antibiotik dan
probiotik.
Pencegahan dan
pengobatan induk beronang dilakukan dengan penggunaan antibiotik (Elbazin)
dilakukan setiap pergantian air,
atau sesudah induk bertelur dan
penculupan induk kedalam baskom yang berisi air tawar, metode ini dilakukan
setiap satu bulan. Pengobatan pada induk yang
terserang parasit dengan mengunakan formalin 100 ppm. Penanganan larva terhadap hama dan penyakit
dilakukan dengan penggunaan antibiotik
mulai dilakukan sebelum penebaran larva, yaitu tretmen awal pada media
pemeliharaan dengan pemberian Elbazin 2 ppm dan setiap di lakukan pergantian
air media pemeliharaan larva.
J. Panen dan pengemasan
Panen merupakan tahap akhir
dari segala kegiatan yang dilakukan pada pembenihan. Panen dilakukan secara hati-hati agar ikan tidak strees, sehari
sebelum dilakukan pemanenan ikan di puasakan terlebih dahulu untuk mengurangi
kotoran (feces). Adapun tahapan panen adalah sebagai berikut :
a. Air dalam bak dikurangi sampai setinggi 30 cm
b.
Ikan dipanen dan dimasukkan ke dalam baskom
c. Kemudian ikan-ikan yang berukuran sama dikumpulkan dan dihitung
dalam satu wadah
d. Ikan yang telah dipilih kemudian dikemas (packing) ke dalam
kantong plastic.
e.
Volume air perkantong kira-kira 1,5 liter dan diberi oksigen murni dengan
perbandingan 1 : 2
f.
Kantong plastik diletakkan dalam wadah Styrofoam dan diberi es secukupnya,
kemudian ikan siap dikirim ke tempat tujuan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
praktek lapang yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan beberapa
kesimpulan :
Untuk memacu pematangan
gonad dan pemijahan induk dilakukan teknik pemeliharaan induk sistem
resirkulasi setiap hari dan peningkatan nutrisi pakan buatan melalui pengkayaan. Selama pemeliharaan larva penggunaan pakan
alami dan buatan harus disesuaikan dengan ukuran larva dan bukaan mulut larva.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Cholik, F.,
A,. G., Jagatraya, R., P. Poernomo dan
A. Jausi. 2005. Akuakultur. Tumpuan
Harapan Masa Depan Bangsa. PT. Victoria Kreasi Mandiri.
Faridah, S.,
Faidar, J., H., Laore. 2007. Penggunaan
Chlorella dan Branchionus sp Sebagai Pakan Alami Awal dalam Pemeliharaan Larva
Beronang (Siganus guttatus). Laporan
Tahunan. Balai Budidaya Air Payau
Takalar.
Hamka.
2006. Upaya Pematangan Gonad Ikan
Beronang (Siganus guttatus) Melalui Pemberian Pakan Buatan dan Pakan Alami
(Gracillaria sp.) pada Bak Terkontrol.
Laporan Tahunan. Balai Budidaya
Air Payau Takalar.
Kordi, M., G.,
H. 2005.
Budidaya Ikan Baronang. Rineka
Cipta. Jakarta.
Sunyoto, P.
and Munstahal, 1997. Pembenihan Ikan
Laut Ekonomis penting. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Tarwijah.
2001. Pembenihan Ikan Baronang (Siganus spp). Booklet Jenis-Jenis Komoditi Laut
Ekonomis Penting Pada Usaha Pembenihan. Direktorat Bina Pembenihan, Dirjen
Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.