Sabtu, 02 Februari 2013

Ikan beronang (Siganus guttatus)



BAB I
                                                     PENDAHULUAN       
A. Latar Belakang
Ikan beronang (Siganus guttatus) merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.  Saat ini sudah banyak masyarakat yang mem

eronang dilaut, kegiatan budidaya yang selama ini mengandalkan benih alam, perlu ditunjang dengan kegiatan pembenihan beronang sehingga benih dapat tersedia terus menerus.  Hal ini dilakukan agar pembudidaya tidak lagi tergantung pada benih alam.  Selain itu juga masyarakat budidaya dapat melakukan kegiatan budidaya tanpa menunggu waktu atau musim benih alam baronang (Kordi, 2005).

Pengembangan teknik pembenihan ikan beronang di Balai Budidaya Air Payau Takalar adalah merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan benih beronang baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga kegiatan pengembangan budidaya beronang dapat berkesinambungan.  Pembenihan beronang hingga saat ini belum banyak diketahui oleh masyarakat pembudidaya. Untuk itu perlu sosialisasi terhadap teknologi pembenihan beronang.
Untuk mengetahui lebih dalam proses kegiatan pembenihan Ikan beronang (Siganus guttatus)  maka perlu dilakukan praktek kerja lapang (magang) di unit pembenihan ikan beronang di Balai Budidaya Air Payau Takalar.
B.   Tujuan dan Manfaat
Tujuan melaksanakan praktek kerja lapang (PKL) adalah untuk mengetahui dan melihat secara langsung, serta mengetahui teknik pembenihan Ikan beronang (Siganus guttatus) mulai dari persiapan produksi sampai dengan panen dan pasca panen.
Sedangkan manfaat adalah sebagai bahan informasi dan petunjuk dalam kegiatan Pembenihan Ikan beronang (Siganus guttatus).








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Klasifikasi Ikan Beronang
Klasifikasi ikan Beronang (Kordi, 2005) sebagai berikut :
Phylum                         : Chordata                  
Class                             : Pisces
Ordo                              : Percomorphi (percoformes)
Famili                            : Siganidae
Genus                           : Siganus
Species                         : Siganus guttatus

B.   Morfologi Ikan Beronang
Ikan beronang merupakan anggota famili Siganidae yang mempunyai ciri badan pipih dengan moncong yang kecil. Golongan ikan ini menyenangi hidup mengelompok di daerah sekitar karang dan terumbu karang serta memakan algae yang menempel. Sirip punggung mempunyai 13 duri keras dan 10 duri lunak, sedangkan sirip-sirip dubur terdiri dan 7 duri keras dan 9 duri lunak. Siganidae juga disebut rabbitfish yang berarti ikan kelinci karena moncongnya memang menyerupai kepala kelinci. Duri-duri pada ikan beronang mengandung kelenjar bisa sehingga orang akan merasa sakit bila tersengat oleh duri-duri tersebut.

Gambar 2 . Ikan Beronang (Siganus guttatus)

Tubuh bagian atas Siganus guttatus berwarna abu-abu kebiruan, sedangkan bagian bawah berwarna perak dengan bintik-bintik yang lebih besar berwarna kuning keemasan. Pada sisi badan, tepatnya bagian bawah sirip punggung belakang, terdapat sebuah bintik besar. Di antara jenis beronang, beronang lada dapat mencapai ukuran yang lebih besar, yaitu lebih dari 1 kg dan beronang ini paling cepat pertumbuhannya dibanding jenis lain.

C.  Kegiatan Yang Dilaksanakan

Secara umum kegiatan yang dilaksanakan selama mengikuti praktek kerja lapang adalah :
1.  Persiapan bak meliputi :
·         Sterilasi peralatan aerasi
·         Persiapan bak pemeliharaan induk
·         Persiapan bak pemeliharaan larva
2.    Penanganan induk meliputi :
·         Pemilihan induk
·         Pemeliharaan induk
·         Pemijahan induk
·         Pengelolaan kualitas air media pemeliharaan induk
3.  Penanganan larva dan post larva meliputi :
·         Penebaran telur
·         Penyediaan pakan alami
·         Pemberian pakan
·         Pengelolaan kualitas air
·         Panen dan pengepakan


D.     Persiapan Kegiatan Pembenihan
Langkah awal dalam yang dilakukan pada suatu proses pembenihan ikan beronang dipanti pembenihan adalah melakukan persiapan manajemen pembenihan dan persiapan operasional. Dimana persiapan ini adalah kegiatan yang sangat penting dalam menentukan  keberhasilan suatu pembenihan.  
Kegiatan ini meliputi sterilisasi peralatan, wadah – wadah dan bak pemeliharaan larva, pemeliharaan induk, dan penampungan air. Sterilisasi dilakukan dan mengunakan kaporit, dengan cara membilas, sedangkan peralatan aerasi di rendam dengan formalin selama 24 jam kemudian disikat dan dibilas sampai bersih dengan air tawar dan dibiarkan sampai kering.

E.   Sistem Pengadaan Air Laut
Sistem suplay air laut yang digunakan dalam memperoleh air yang bersih dengan kualitas yang baik adalah dengan sistem penyaringan send filter yaitu sistem penyaringan dengan menggunakan pipa paralon serta kasa dan ijuk sebagai alat penyaring.
Di Balai Budidaya Air Payau Takalar, pengadaan air laut yang bersih diperoleh langsung dari laut dengan dua kali penyaringan. Penyaringan pertama merupakan penyaring kasar berupa kasa dan ijuk yang dipasang pada pipa paralon yang berlubang dengan diameter 8 inch dan panjangnya 2 meter. Saringan ini sebanyak 4 buah dipasang pada posisi yang jaraknya dari garis pantai kurang lebih 30 meter dan ditanam dengan kedalaman 2,5 meter.
Air laut yang dipompa selanjutnya dialirkan ke bak reservoir setelah melalui penyaringan tahap kedua dengan susunan material penyaring berupa pasir kuarsa, arang dan kerikil.
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A.   Waktu dan Tempat
            Kegiatan PKL ini dilaksanakan selama kurang lebih 4 bulan, mulai dari tanggal 2011 sampai tanggal 2011  di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar Desa Bontoloe, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

B.   Pengumpulan Data
Metode praktek yang dilakukan selama paktek lapang antara lain yaitu:
1.       Observasi langsung kelapangan

Pengamatan langsung di lapangan yang merupakan jenis ikan Beronang  yang dibudidayakan dan teknik pembenihan yang diterapkan.
2.       Wawancara

Melakukan tanya jawab dengan teknisi dilapangan dan sesama siswa, hal ini bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak tentang teknik pembenihan ikan Beronang.
                                     
3.       Pencatatan Data
       
Mencatat setiap data yang diperoleh selama kegiatan praktek lapang (Data  Primer) serta data yang diperoleh dari studi literatur yang berguna dalam penyusunan laporan (Data Sekunder).

















BABIV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penanganan Induk
Induk yang digunakan untuk pemeliharaan induk harus berkualitas, bebas penyakit, dan kondisi fisiknya baik.  Induk yang digunakan dapat diperoleh dari hasil tangkapan di alam dan hasil budidaya dikeramba jaring apung.  Untuk memilih induk dapat diperhatikan beberapa syarat yaitu ikan betina lebih besar dari ikan jantan, perut bagian bawah pada ikan betina lebih besar dari pada induk jantan, lubang genital induk betina lebih besar dari pada induk jantan dan jika bagian perut induk ditekan, keluar cairan berwarna jingga dari lubang genitalnya berarti ikan betina, tetapi bila cairan berwarna putih susu berarti ikan jantan (Kordi, 2005).

1.    Pemeliharaan induk
Induk yang digunakan adalah induk hasil tangkapan alam. Ukuran induk berkisar antara 280-450 g/ek dengan kepadatan 20-30 ekr/bak dengan seks ratio betina dan jantan 1:1.  Induk-induk tersebut dipelihara dalam bak-bak beton bervolume 3 m3 dengan sistem resirkulasi. Perkembangan gonad iduk betina ditandai dengan semakin membesarnya perut dari ikan tersebut, selain itu juga dapat diketahui dengan metode kanulasi menggunakan selang plastik (canula) berdiameter 1 mm.  Sedangkan untuk induk jantan dapat diketahui dengan metode stripping yaitu dengan mengurut perut ke arah genital, dimana tingkat kematangan gonadnya ditandai dengan banyaknya sperma (cairan kental berwarna putih susu) yang dikeluarkan pada saat distripping.  Guna mengetahui Jumlah pakan yang akan diberikan pada induk perharinya dilakukan penimbangan induk untuk mengetahui berat induk seluruhnya (biomassa).  Dari dasar berat induk dapatlah ditentukan jumlah pakan harian.  Hal ini dilakukan untuk menghindari kelebihan pakan yang dapat merusak kualitas air. Untuk mencegah penempelan parasit pada induk dilakukan pencucian air tawar dan pengobatan Induk yang terserang parasit dapat mengunakan formalin 100 ppm.  Bak pemeliharaan induk dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
2.    Pemberian Pakan Buatan
Selama masa pemeliharaan induk diberi pakan dengan frekuensi 3 kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 12.00 dan 05.00 Wita.  Pemberian pakan menggunakan pakan buatan dengan kadar protein 40 %.  Jumlah pakan yang diberikan adalah 3-5 % dari biomas.  Guna menambah nutrisi pakan di lakukan pengkayaan menggunakan minyak cumi.  Jumlah dosis yang diberikan 20 ml/kg. Cara pengkayaannya yaitu minyak cumi dituangkan ke pakan buatan  kemudian diaduk rata dan sebagia perekatnya diberikan kuning telur dengan perbandingan 1 butir/kg, selanjutnya dikering anginkan.  Setelah itu disimpan dalam wadah tertutup dan dimasukkan dalam freezer.  Selain pemberian pakan buatan diberikan pakan alami berupa rumput laut jenis gracilaria (Hamka, 2006).

B.   Pemijahan Induk Beronang
Pemijahan induk beronang dilakukan secara alami. Pemijahan dilakukan dibak pemeliharaan induk.  Hal ini dilakukan menghindari induk stres.  Pergantian air ditingkatkan setiap hari. Sebelum induk memijah dipasang substrat/kolektor telur didasar dan pingir bak.  Telur yang menempel disubstrat dipanen pada pagi hari. Pemijahan induk beronang tergantung pada peredaran bulan yaitu pada saat bulan baru islam (minggu ke 2).  Waktu pemijahan terjadi pada malam hari.  Pengetahuan mengenai kebiasaan induk memijah sangat perlu diperhatikan karena hal ini menyankut kesiapan pemeliharaan larva.  Jumlah telur yang dihasilkan dari proses pemijahan tergantung dari bobot induk betina yang memijah.  Di Balai Budidaya Air Payau Takalar induk yang dipelihara dibak telah berhasil memijah setiap bulan.  Jumlah telur diperoleh dalam satu ekor induk berkisar antara 530.000-750.000 butir telur dengan rata-rata hatching rate 92 %, dengan bobot induk berkisar antara 330-450 gram.  Ciri-ciri induk akan memijah dilihat secara fisual ditandai dengan nafsu makan menurun, induk betina kelihatan perutnya besar dan induk jantannya terlihat sperma / cairan yang keluar sperti air susu bila bagian perut ditekan/diurut sedikit saja.  Bentuk telur beronang dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
                          
                                       Gambar 4. Bentuk telur baronang                       
C.   Pergantian Air Induk
Guna mempertahankan kualitas air selama pemeliharaan induk dilakukan resirkulasi air pemeliharaan induk. Resirkulasi air dalam bak  pemeliharaan dilakukan secara terus menerus setiap hari dengan menggunakan pompa Dab. Pergantian air dilakukan sekali dalam seminggu sebesar  50-100 %.  Air yang digunakan untuk pergantian terlebih dahulu melewati send filter dan penyinaran ultra violet sebelum dumasukkan kebak pemeliharaan induk. 


D.   Pemberian Pakan
Perkembangan ovary dan sperma induk dapat berkembang dengan baik maka perlu diberikan pakan yang bernilai gizi yang tinggi. Mengingat sulitnya mendapatkan pakan yang bernilai gizi yang tinggi maka perlu dikombinasikan dengan beberapa jenis pakan serta penambahan vitamin C dan E.  
Selama dalam bak perkawinan induk diberikan pakan sebanyak 20 % dari biomassa induk berupa cacing laut dan cumi – cumi dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali dalam 24 jam pada pukul 06.00 , 12.00, 18.00, dan pukul 24.00.

E.   Pemeliharaan Larva
1.    Sterilisasi Air
Air yang akan digunakan dalam pemeliharaan larva disterilisasi menggunakan larutan kaporit 20 ppm minimal selama 24 jam.  Air yang telah dikaporit kemudian ditambahkan natrium thiosulfat 5 ppm. Air dapat digunakan setelah dilakukan test yang menunjukkan kandungan Chlorine sebesar 0 ppm. Selama proses sterilisasi air, aerasi tetap dijalankan dengan posisi keluaran udara maksimal.  Air yang telah steril ditampung pada bak penampungan dan selalu dalam keadaan tertutup rapat untuk menghindari kontaminan.  Kemudian dialirkan kebak pemeliharaan larva dengan melewati penyinaran Ultra Violet.  Bak pemeliharaan diisi air laut yang steril dengan jumlah kira-kira 80 % dari kapasitasnya serta dipasok aerasi pada tingkat kecepatan rendah.  Pada bak-bak skala kecil, misalnya 2-3 m3 cukup dipasang 4-6 titik aerasi. Sterilisasi air menggunakan penyinaran ultra violet seperti gambar dibawah ini.

2.    Penebaran Telur
Sebelum penebaran telur dilakukan dibak inkubasi/pemeliharaan larva di berikan antibiotik jenis Elbasin 2 ppm. Hal ini dilakukan untuk pencegahan bakteri (vibrio sp).  Karena telur ikan beronang yang sifat menempel di substrat/kolektor telur.  Telur langsung dipindahkan ke dalam bak inkubasi yang sekaligus dijadikan bak pemeliharaan larva.  Penebaran telur ini dilakukan pada pukul 07.00 Wita.  Telur akan menetas pada pagi hari berikutnya.  Masa inkubasi telur 22-24 jam setelah induk memijah pada suhu 28°C-30°C. Telur beronang yang menempel disubstrat/kolektor sudah menetas, kolektor tersebut diangkat didasar bak.  Telur ikan beronang yang terbuahi berdiameter 540-560 µm.  Telur yang terbuahi berbentuk bulat, warnanya transparan dan menempel pada substrat sedangkan telur yang tidak terbuahi warnanya putih pucat.  Telur yang terbuahi diperoleh larva yang sehat yang bersifat phototaksis positif dan aktif berenang di daerah permukaan air.
3.    Pemberian Minyak Cumi
      Pemberian minyak cumi dilakukan pada saat larva Hari ke-1 sampai dengan hari ke-7.  Minyak cumi diberikan 2 kali sehari yaitu pagi hari pukul 07.00 dan sore hari pukul 04.00 Wita.  Minyak tersebut diteteskan setiap sudut dipermukaan air dengan dosis 0,1 ml/m2.  Pemberian minyak cumi dipermukaan bak larva untuk menghindari terjadinya kematian larva karena terjebak lendir dipermukaan air pemeliharaan larva. 
4.    Pemberian Chlorella
Pemberian pakan awal menggunakan Chlorella yaitu dengan kepadatan 250.000-500.000 sel/ml diberikan pada hari ke-2.  Pemberian pakan alami terus diberikan dengan mempertahankan kepadatan pada kisaran tersebut. Chlorella ini berguna untuk penyedian pakan rotifera, tetapi juga berfungsi untuk mempertahankan kualitas air pemeliharaan karena Chlorella ini dapat mengurangi kangdungan bahan-bahan terlarut yang berbahaya bagi larva, seperti amonia. Dengan adanya phytoplankton tersebut maka kualitas nutrisi rotifer dapat dipertahankan. Pemberian Chlorella dilakukan dengan sistem inpus, caranya adalah Chlorella ditampung dibak fiber 500 liter dan ditaruh dipinggir bak, kemudian dialirkan kebak pemeliharaan larva melalui selang kecil, ini dilakukan untuk menghindari larva stres akibat dari goncangan Chlorella yang masuk ke media pemeliharaan.  Menurut Faridah dan Faidar, (2007) pemberian Chlorella pada bak pemeliharaan larva perlu diperhatikan mutu dan umur plankton.  Sebaiknya pemberian Chlorella berumur 4-5 hari. Hal ini untuk menghindari sisa metabolit dan pupuk pada media pemeliharaan Chlorella karena berpotensi besar menurunkan kualitas air pemeliharaan larva.
5.    Pemberian Trocopor tiram
Pemberian trocopor tiram diberikan H-2 hingga H-5 dengan kepadatan 5-10 ind/ml. Trocopor tiram diperoleh dengan fertilisasi buatan dengan menyatukan gonad-gonad tiram atau kekerangan.  Sehingga diperoleh telur terbuahi.  Teknik pertilisasi buatan dilakukan dengan cara tiram/kekerangan ditimbang sesuai kebutuhan.  Tiram tersebut dibuka menggunakan martil/batu, kemudian gonad tiram ditampung di waskom. Dilanjutkan dengan pencucian sampai bersih dari kotoran yang menempel.  Gonad tiram dipisahkan antara sel telur dan sperma, masing-masing ditampung dalam waskong volume 5 liter.  Pertilisasi dilakukan dengan cara menyatukan sel telur dan sperma didalam ember volume 10 liter. Kemudian beberapa saat kemudian diberikan pada larva dengan harapan telur yang terbuahi dapat berkembang menjadi trocopor tiram.
6.    Pengkayaan Branchionus plicatilis dan Artemia salina
Wadah yang digunakan pengkayaan terbuat dari ember bervolume 50 liter. Branchionus plicatilis atau Artemia salina dimasukkan ke ember yang disiapkan dengan kepadatan 40-60 ind/ml. Selanjutnya diperkaya menggunakan Chlorella, penambahan Scotts Emulsion dan Vitamin C 100.  Dosis yang digunakan masing – masing  0, 5 ml/liter dan 0,5 gr/liter.  Lama pengkayaan berlangsung 2-3 jam dan selama proses pengkayaan berlangsung aerasi tetap dilakukan.  Pengkayaan ini dilakukan untuk meningkatkan kandungan nutrisi pada Branchionus plicatilis dan Artemia salina.
7.    Pemberian Branchionus plicatilis
      Di balai budidaya air payau takalar dikultur Branchionus plicatilis beberapa tipe yaitu tipe SS dengan ukuran 90-150 µm, tipe S ukuran 150-200  µm dan tipe L ukuran 200-300 µm.  Pada saat larva berumur 5-10 hari pemberian Branchionus plicatilis sudah mulai diberikan ukuran Branchionus plicatilis yang digunakan tipe SS dengan kepadatan 5-10 ind/ml.  Larva berumur 11-30 diberikan Branchionus plicatilis dengan kepadatan 10-20 ind/ml. Pemberian dilakukan 2 kali sehari. Kepadatan ini dipertahankan setiap hari.  Sebelum pemberian Branchionus plicatilis diberikan kebak larva dilakukan sampling kepadatanya. Perhitungan kepadatan dilakukan menggunakan pipit volume 1 ml.  Setelah Branchionus plicatilis diambil dengan pipit, kemudian diterawankan melawan arah datangnya sinar sehingga zooplankton tersebut lebih jelas kelihatan dan dapat dihitung.  Selain itu, perhitungan juga dapat digunakan sedgewich rafter dibawah mikroskop.
8.    Pemberian Artemia salina
      Artemia salina digunakan sebagai pakan alami karena mempunyai lapisan eksoskleton yang tipis hingga mudah dicerna oleh larva.  Pemberian pakan Artemia salina terhadap larva dapat meningkatkan sintasan larva.  Kista artemia akan menetas sekitar 18-24 jam kemudian selanjutnya naopli dari hasil penetasan tersebut di  panen untuk ditebar kebak pemeliharaan larva.  Pemberian Artemia salina yang telah diperkaya diberikan pada H-20 hingga H-30 dengan kepadatan 3-5 ind/ml.  Penambahan dilakukan apabila kurang dari 5 ind/ml. 

F.    Pemberian Pakan Buatan
Pemberian pakan buatan disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi larva, bukaan mulut dan nafsu makan.  Pemberian pakan buatan dapat dilakukan berselang dengan pemberian pakan alami.  Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah melakukan kontrol ketat terhadap dosis pemberian untuk menjaga kondisi kualitas air.  Pakan buatan diberikan pada H-12 hingga H-30. Agar tidak terjadi malnutrisi pada larva, maka pemberian pakan buatan harus dilakukan sedini mungkin. Namun demikian pakan buatan juga dapat berdampak negatif terhadap kualitas air akibat dari pembusukan sisa pakan.  Pemberian pakan buatan dilakukan dengan cara menabur pakan sedikit demi sedikit pada tempat-tempat dimana larva lagi berkumpul, hal ini sangat efektif untuk menghindari tidak termanfaatkanya pakan yang diberikan.  Ukuran pakan yang diberikan disesuaikan dengan ukuran larva dan jumlah yang diberikan perhari disesuaikan dengan kemampuan larva memangsanya.  Skema jadwal pemberian pakan alami dan buatan pada pemeliharaan larva dapat dilihat dibawah ini.
   Pakan Buatan
                                     
                                                        Artemia salina
                                        
                   Branchinus plicatilis


Trocopore tiram
                              Chlorella




0            5           10           15            20          25       30 
Gambar 1. Skema jadwal pemberian pakan alami dan buatan.



G.   Pergantian Air Pemeliharaan Larva
Pengelolaan kualitas air pada larva beronang dilakukan penambahan dan pergantian air.  Penambahan air media pemeliharaan larva dimulai dilakukan pada H-15 sebanyak 10 %.  Penambahan air ditingkatkan setiap hari 5 %.  Hal ini dilakukan setiap hari sampai mencapai H-20.  Pergantian air dilakukan mulai H-21 sebanyak 30 %.  Setiap hari dilakukan hingga mencapai H-24.  Pada H-25 hingga panen prosentase pergantian air ditingkatkan sejalan dengan bertambahnya umur larva hingga pergantian air mencapai 50-80 %.  Air yang digunakan penambahan dan pergantian media pemeliharaan adalah air yang sudah disterilkan dan melalui penyinaran ultra violet. 

                                0 %                     10 %       30 %           50-80 %



    0        5           10           15            20          25           30
Gambar 2. Skema jadwal pergantian air larva beronang.

H.   Pendederan
Pendederan adalah tahap pemeliharaan benih pasca larva sampai mencapai ukuran benih yang siap tebar (minimal 8 – 10 gr).  Tentunya benih yang akan dihasilkan harus dalam keadaan sehat agar nantinya bila ditebarkan di lokasi pembesaran tidak banyak masalah.
Pendederan benih beronang dapat dilakukan di bak-bak yang disediakan di dalam panti benih.  Pendederan dibak-bak yang disediakan didalam panti benih membuat benih aman dari serangan predator luar, tetapi pendederan ditempat ini membutuhkan pakan yang banyak karena pakan hanya mengandalkan suplai dari pemeliharaan.  Padat benih yang ditebar 1500 - 3000 ekor/3 m3.  Pemberian pakan dapat dilakukan 3 kali sehari.
Pemeliharaan benih dibak pendederan yang harus diperhatikan adalah ukuran pakan dan jumlah pakan yang diberikan.  Pakan yang diberikan harus sesuai dengan dengan bukaan mulut ikan dan jumlahnya mencukupi.  Pakan berupa pellet yang mengandung protein antara 25-30 %.  Pakan yang diberikan harus diperhatikan agar tidak terbuang percuma dan menyebabkan air menjadi kotor yang nantinya akan membahayakan ikan.  Pemeliharaan dibak pendederan dapat dilakukan antara 20–30 hari, yang selanjutnya dipanen dan dibesarkan lebih lanjut untuk menghasilkan ikan komsumsi.


                                                                                   
I.     Pengendalian Hama & Penyakit
Penyakit berdasar sifatnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyakit yang bersifat infektif dan non infektif.  Penyakit infektif disebabkan oleh organisme patogen seperti parasit, virus dan bakteri sehingga dapat menuluri dari suatu organisme keorganisme lain melalui beberapa cara antara lain air, sentuhan inang, perantara alat dan wadah pemeliharaan serta aktivitas manusia.  Sedangkan penyakit non ifektif disebabkan oleh ganguan non patogen seperti nutrisi, kualitas air, racun polutan, genitik.  Untuk itu untuk mencegah penyakit patogen dan non patogen pada pemeliharaan beronang dapat dilakukan pemberian antibiotik dan probiotik. 
Pencegahan dan pengobatan induk beronang dilakukan dengan penggunaan antibiotik (Elbazin) dilakukan setiap  pergantian air, atau  sesudah induk bertelur dan penculupan induk kedalam baskom yang berisi air tawar, metode ini dilakukan setiap satu bulan.  Pengobatan pada induk yang terserang parasit dengan mengunakan formalin 100 ppm.  Penanganan larva terhadap hama dan penyakit dilakukan dengan  penggunaan antibiotik mulai dilakukan sebelum penebaran larva, yaitu tretmen awal pada media pemeliharaan dengan pemberian Elbazin 2 ppm dan setiap di lakukan pergantian air media pemeliharaan larva.

J.  Panen dan pengemasan
Panen merupakan tahap akhir dari segala kegiatan yang dilakukan pada pembenihan. Panen dilakukan secara hati-hati agar ikan tidak strees, sehari sebelum dilakukan pemanenan ikan di puasakan terlebih dahulu untuk mengurangi kotoran (feces).  Adapun tahapan panen adalah sebagai berikut :
a.    Air dalam bak dikurangi sampai setinggi 30 cm
b.    Ikan dipanen dan dimasukkan ke dalam baskom
c.    Kemudian ikan-ikan yang berukuran sama dikumpulkan dan dihitung dalam  satu wadah
d.    Ikan yang telah dipilih kemudian dikemas (packing) ke dalam kantong plastic.
e.    Volume air perkantong kira-kira 1,5 liter dan diberi oksigen murni dengan perbandingan 1 : 2
f.     Kantong plastik diletakkan dalam wadah Styrofoam dan diberi es secukupnya, kemudian ikan siap dikirim ke tempat tujuan. 




BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.   Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktek lapang yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan beberapa kesimpulan :
Untuk memacu pematangan gonad dan pemijahan induk dilakukan teknik pemeliharaan induk sistem resirkulasi setiap hari dan peningkatan nutrisi pakan  buatan melalui pengkayaan.  Selama pemeliharaan larva penggunaan pakan alami dan buatan harus disesuaikan dengan ukuran larva dan bukaan mulut larva. 

B.     Saran



DAFTAR PUSTAKA


Cholik, F., A,. G., Jagatraya, R., P. Poernomo  dan A. Jausi. 2005. Akuakultur.  Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa.  PT.  Victoria Kreasi Mandiri.

Faridah, S., Faidar, J., H., Laore.  2007. Penggunaan Chlorella dan Branchionus sp Sebagai Pakan Alami Awal dalam Pemeliharaan Larva Beronang (Siganus guttatus).  Laporan Tahunan.  Balai Budidaya Air Payau Takalar.

Hamka. 2006.  Upaya Pematangan Gonad Ikan Beronang (Siganus guttatus) Melalui Pemberian Pakan Buatan dan Pakan Alami (Gracillaria sp.) pada Bak Terkontrol.  Laporan Tahunan.  Balai Budidaya Air Payau Takalar.

Kordi, M., G., H.  2005.  Budidaya Ikan Baronang.  Rineka Cipta.  Jakarta.

Sunyoto, P. and Munstahal, 1997.  Pembenihan Ikan Laut Ekonomis penting.  Penebar Swadaya, Jakarta.

Tarwijah. 2001. Pembenihan Ikan Baronang (Siganus spp). Booklet Jenis-Jenis Komoditi Laut Ekonomis Penting Pada Usaha Pembenihan. Direktorat Bina Pembenihan, Dirjen Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar